Adalah lelaki bernama Muhammad ibn Abdul Wahab yang bersama-sama Muhammad ibn Saud, keduanya berasal dari Najed, dengan bangganya menjadi pembunuh dan penteror ummat Muhammad Rasulullah saaw. Ummat Islam menyebut kaum dan ajaran hasil kolaborasi kedua monster ini dengan Wahabi, dan tidak mengambil dari nama depan mereka untuk membedakannya dengan pengikut Nabi Muhammad saaw dan untuk mencegah segala bentuk rekayasa dan eksploitasi atas nama Rasulullah saaw.
Monster plontos ini lebih memuliakan pelacur di rumah bordil daripada muslim yang bersholawat di masjid, bahkan sampai membunuhnya. Ia meremehkan dan merendahkan Nabi Muhammad saaw dengan mengatakan: “AKU MELIHAT KISAH PERJANJIAN HUDAIBIYAH, MAKA AKU DAPATI SEMESTINYA BEGINI DAN BEGINI”. Terinspirasi oleh penghinaan yang dilakukan monster ini, pengikutnya lebih menghargai tongkatnya daripada Nabi Muhammad saaw dengan mengatakan: “SESUNGGUHNYA TONGKATKU INI LEBIH BERGUNA DARIPADA MUHAMMAD, KARENA TONGKATKU INI BISA AKU PAKAI UNTUK MEMUKUL ULAR, SEDANG MUHAMMAD SETELAH MATI TIDAK ADA SEDIKITPUN MANFAAT YANG TERSISA DARINYA, KARENA DIA (RASULULLAH S A W) ADALAH SEORANG THORISY DAN SEKARANG SUDAH BERLALU”.
Kaum munafik penghina kemuliaan Nabi saaw ini berkasih sayang dengan kaum kafir, dan sangat keras serta memusyrikkan, membunuh, memperkosa, menganiaya dan menteror penduduk Haramain, Mekah dan Madinah. Puluhan ribu penduduk Haramain jadi korban kebiadaban mereka, bahkan setelah kekejian yang mereka lakukan itu maka tak ada orang tua yang akan menikahkan putrinya dapat menjamin kesuciannya. Mereka sangat tunduk dan patuh kepada kaum kafir tapi sangat sombong kepada penduduk Haramain. Dengan dukungan kaum kafir mereka akhirnya berhasil menjajah dan menguasai Haramain, dan seterusnya mempergilirkan diantara mereka sendiri sampai sekarang. Monster yang satu, preman padang pasir, mengangkat dirinya sebagai amir (baca: raja), yang satunya lagi, agen binaan kolonial Inggris, sebagai syekh.
Bagaimana sikap mereka dan pengikutnya terhadap kaum muslimin diluar Haramain dari dahulu sampai sekarang? Tak bisa dikatakan lagi kecuali, dimana ada mereka disitu darah kaum muslimin tertumpah dan kehormatannya diinjak-injak. Dimana ada mereka disitu fitnah perselisihan dan perpecahan muncul ditengah kaum muslimin di seluruh penjuru dunia.
Sebagai satu bentuk ketaatan kepada kaum kafir barat pendukung dan sekaligus majikan mereka, mereka selalu berupaya memusnahkan situs-situs jejak sejarah Islam sambil membangun kembali situs-situs peninggalan pra-Islam. Bahkan makam Rasulullah saaw nyaris mereka hancurkan kalau tidak dihalangi kaum muslimin sedunia. Sebagian situs-situs tersebut berhasil mereka hancurkan, sebagian lainnya masih terus mereka intai.
Dengan cara yang mirip para misionaris kristen, mereka menipu manusia dengan mengklaim semua sepak terjang dan ajaran keji mereka di atas tersebut sebagai menegakkan tauhid murni sambil terus berupaya menguasai masjid-masjid dan berretorika dengan memutar-mutar lidah mereka bahwa itulah ajaran salafus sholeh, dan menamakan diri mereka dengan salafi. Sama dengan panutannya, syekh kemunafikan akhir zaman, mereka juga mengharamkan penggunaan akal dalam memahami agama.
Berkaitan dengan kekerasan, kedunguan dan kemunafikan yang keterlaluan ini, ada ungkapan untuk mereka, ‘BELAJAR KE BARAT BERISIKO DICUCI OTAKNYA, BELAJAR KE KERAJAAN SAUDI BERISIKO DIBUANG OTAKNYA’. Maka tidak heran kalau keganasan dan kebrutalan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin dengan bangganya tanpa malu mereka klaim sebagai jihad dan suatu bentuk keberanian dimana pada saat yang sama mereka melipat ekornya dengan takzim dihadapan kekuatan kaum kafir barat pimpinan Amerika.
Kesengsaraan dan kesulitan kaum muslimin di Palestina, Afghanistan, Irak, untuk sekedar menyebutnya sebagai contoh, adalah diantara prestasi mereka hasil konspirasi dengan kaum kafir pimpinan Amerika tanpa melupakan prestasi mereka sebelumnya dalam menyebabkan terjadinya perang padri di Indonesia, perang saudara dijaman penjajahan Belanda yang sebelum ajaran Wahabi menjangkiti Nusantara tidak pernah terjadi.