Halaman

blog-indonesia.com

Sabtu, 29 Agustus 2009

SEJARAH PERINGATAN MAULID

Orang pertama yang memperingati Maulid:

Ada yg mengatakan bahwa orang pertama yg memperingati Maulid Nabi SAW adalah beliau Syaikh Umar bin Muhammad Al-Mulâ salah satu dari orang-orang saleh yg terkenal saat itu, yg berasal dari kota Maushil (Mosul) dan kemudian di ikuti oleh para penduduk kota Irbil, Mosul dan Irbil adalah nama kota di Irak, sedangkan Al-Mulâ adalah suatu gelar yg oteritas keilmuannya di akui oleh masyarakat Timur Tengah semisal Hujjah Al-Islam, Syaikh Al-Islam, Al-Imam dll).


Sedangkan Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman Al-Suyuthi menjelaskan bahwa orang yg pertama kali memperingati Maulid Nabi adalah penguasa Irbil, yakni raja Muzhafar Abu Sa'id Kukburiy ibn Zainuddin Aliy bin Buktakin.


Tata cara Maulid menurut para Ulama :


Sebagaimama keterangan di atas bahwa peringatan Maulid Nabi SAW dapat diwujudkan dengan berbagai macam bentuk yg bersifat positif dengan catatan tidak menentang atau menyimpang dari Syari'at, namun demikian ada baiknya juga kalau kita mengikuti metode-metode yg disukai dan dipilih oleh para Ulama dalam memperingati hari yg sangat berarti tersebut.


Adapun metode yg disunnahkan menurut para Ulama yaitu berkumpul pada suatu majlis yg didalamnya ada pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an meskipun sedikit, serta Hadits-Hadits yg berkenaan dengan Baginda Nabi SAW, termasuk keajaiban-keajaiban yg terjadi saat beliau berada dalam kandungan sang Ibu dan proses kelahiran beliau, berikut perjalanan (biografi) beliau. Kemudian dihidangkan berbagai makanan untuk jamuannya, boleh juga diiringi dengan irama pukulan rebana (terbang;jawa) tanpa meninggalkan tata krama.


Imam Syihabuddin Muhammad Abdurrahman bin Isma'il mengatakan: Diantara hal baru (bid'ah) yg paling baik pada zaman ini adalah apa yg dilaksanakan oleh penduduk kota Irbil pada setiap tahun, tepatnya pada hari dan tanggal dilahirkannya Nabi Muhammad SAW, yaitu ketika mereka bersedekah, berbuat baik, merias diri, dan menampakan kegembiraan, dengan maksud mengisyaratkan rasa cinta dan rasa hormat mereka terhadap Rasulullah SAW serta merasa bersyukur atas anugrah Allah SWT yg berupa hadirnya seorang Nabi akhir zaman.


Hal-hal yang tidak pantas dalam Maulid


Telah dijelaskan bahwa proses acara Maulid tidak ditentukan dengan metode khusus, karena acara tersebut bersifat Ijtihadiyyah yg acapkali terjadi Khilaf atau perbedaan. Namun demikian, bukan berarti acara Maulhd dapat dilaksanakan demgan cara yg bebas, pasalnya acara Maulid merupakan media umat Islam dalam mengungkapkan kebahagiaan atas lahirnya oran yg dicintai, sehingga tidak pantas apabila momen yg sangat berarti itu dikotori dengan perbuatan yg dapat menyakiti orang yg dicintai tersebut.


Adapun diantara para Ulama yg mengharamkan Maulid yg didalamnya terpraktek perbuatan mungkar adalah :

1. Syaikh Abu Abdillah Ibnu Al-Hajj Al-Malikiy

Didalam karyanya "Al-Madkhol" pada pasal mengenai Maulid dijelaskan bahwa : Sebagian dari bid'ah yg diciptakan oleh masyarakat namun hal itu malah dianggap merupakan bagian dari ibadah yg agung dan memperlihatkan syi'ar agama, adalah Maulid yg diselenggarakan pada bulan Rabi'ul Awwal. Tetapi dalam prakteknya ternyata acara Maulid tersebut banyak mengandung bid'ah dan hal-hal yg diharamkan, diantaranya adalah merayakan dengan menggunakan penyanyi sekaligus diiringi irama alat musik yg membangkitkan hasrat untuk bergoyang seperti irama genderang, seruling dan sebagainya yg terasa nikmat ditelinga para pendengar. Hal tersebut berlangsung hingga menjadi kebiasaan buruk, sebab mereka mengisi kebanyakan waktu yg menjadi anugrah Allah SWT dengan bid'ah-bid'ah qobihah dan hal-hal yg diharamkan oleh-Nya.


2. Syaikh Al-Islam Hafizh Al-Ashr Abu Al-Fadhil Ahmad ibn Hajar Al-Asqolaniy


Suatu saat ketika beliau ditanya tentang peringatan Maulid, beliau menjawab dengan keterangan sebagai berikut:


Pada dasarnya peringatan Maulid adalah bid'ah yg belum pernah dikutip dari satupun Ulama Salaf Al-Sholih pada tiga kurun yakni masa Nabi, Sahabat dan Tabi'in, namun demikian peringatan tersebut pasti memuat beberapa kebajikan dan kebalikannya, oleh karena itu siapa saja yg mempraktekkan untuk melaksanakan dengan kebaikan-kebaikan dan menghindari kebalikannya maka itu bisa ditengarai sebagai bid'ah hasanah, jika tidak demikian maka bukan bid'ah hasanah melainkan bid'ah sayyi'ah.


Dalam masalah amalan Maulid saya mempunyai dalil yg kuat yg dikutip dari Al-Shahihain (bukhari-muslim) : Bahwasanya ketika Rasulullah SAW tiba di kota Madinah beliau menjumpai orang-orang Yahudi berpuasa hari Asyura atau 10 Muharam. Kemudian beliau bertanya kepada mereka (tentang puasa yg mereka laksanakan), lantas mereka menjawab, hari ini merupakan hari dimana Allah SWT telah menenggelamkan fir'aun dan menyelamatkan Nabi Musa AS, oleh sebab itu kami berpuasa sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.


Hadits tersebut menjadi dasar untuk pelaksanaan syukur kehadirat Allah SWT atas apa yg di anugerahkan-Nya pada hari yg tertentu, baik itu berupa pemberian nikmat atau dari musibah, selanjutnya pada hari yg sama momen tersebut diulang pada setiap tahunnya. Sedangkan syukur kepada Allah SWT dapat diwujudkan dengan berbagai macam ibadah, seperti sujud, berpuasa, bersedekah dan membaca Al-Qur'an. Dan apakah memang ada nikmat yg lebih agung bila dibandingkan dengan hadirnya Nabi Muhammad SAW ini yg menjadi rahmat pada hari yg ditentukan itu.**soulsick**

3 komentar:

  1. a. Sejarah peringatan maulid:

    Seluruh ulama sepakat bahwa maulid Nabi tidak pernah diperingati pada masa Nabi shallallahu `alaihi wasallam hidup dan tidak juga pada masa pemerintahan khulafaurrasyidin.

    Lalu kapan dimulainya peringatan maulid Nabi dan siapa yang pertama kali mengadakannya?

    Al Maqrizy (seorang ahli sejarah islam) dalam bukunya "Al khutath" menjelaskan bahwa maulid Nabi mulai diperingati pada abad IV Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyun di Mesir.

    Dynasti Fathimiyyun mulai menguasai mesir pada tahun 362 H dengan raja pertamanya Al Muiz lidinillah, di awal tahun menaklukkan Mesir dia membuat enam perayaan hari lahir sekaligus; hari lahir ( maulid ) Nabi, hari lahir Ali bin Abi Thalib, hari lahir Fatimah, hari lahir Hasan, hari lahir Husein dan hari lahir raja yang berkuasa.

    Kemudian pada tahun 487 H pada masa pemerintahan Al Afdhal peringatan enam hari lahir tersebut dihapuskan dan tidak diperingati, raja ini meninggal pada tahun 515 H.

    Pada tahun 515 H dilantik Raja yang baru bergelar Al amir liahkamillah, dia menghidupkan kembali peringatan enam maulid tersebut, begitulah seterusnya peringatan maulid Nabi shallallahu `alaihi wasallam yang jatuh pada bulan Rabiul awal diperingati dari tahun ke tahun hingga zaman sekarang dan meluas hampir ke seluruh dunia.

    b.Hakikat Dynasti Fathimiyyun:

    Abu Syamah (ahli hadist dan tarikh wafat th 665 H) menjelaskan dalam bukunya "Raudhatain" bahwa raja pertama dinasti ini berasal dari Maroko dia bernama Said, setelah menaklukkan Mesir dia mengganti namanya menjadi Ubaidillah serta mengaku berasal dari keturunan Ali dan Fatimah dan pada akhirnya dia memakai gelar Al Mahdi. Akan tetapi para ahli nasab menjelaskan bahwa sesungguhnya dia berasal dari keturunan Al Qaddah beragama Majusi, pendapat lain menjelaskan bahwa dia adalah anak seorang Yahudi yang bekerja sebagai pandai besi di Syam.

    Dinasti ini menganut paham Syiah Bathiniyah; diantara kesesatannya adalah bahwa para pengikutnya meyakini Al Mahdi sebagai tuhan pencipta dan pemberi rezki, setelah Al Mahdi mati anaknya yang menjadi raja selalu mengumandangkan kutukan terhadap Aisyah istri rasulullah shallallahu `alaihi wasallam di pasar-pasar.

    Kesesatan dinasti ini tidak dibiarkan begitu saja, maka banyak ulama yang hidup di masa itu menjelaskan kepada umat akan diantaranya Al Ghazali menulis buku yang berjudul "Fadhaih bathiniyyah (borok aqidah Bathiniyyah)" dalam buku tersebut dalam bab ke delapan beliau menghukumi penganutnya telah kafir , murtad serta keluar dari agama islam.

    BalasHapus
  2. c. Hukum perayaan maulid Nabi:

    Sebenarnya, dengan mengetahui asal muasal perayaan maulid yang dibuat oleh sebuah kelompok sesat tidak perlu lagi dijelaskan tentang hukumnya. Karena saya yakin bahwa seorang muslim yang taat pasti tidak akan mau ikut merayakan perhelatan sesat ini.

    Akan tetapi mengingat bahwa sebagian orang masih ragu akan kesesatan perhelatan ini maka dipandang perlu menjelaskan beberapa dalil ( argumen ) yang menyatakan haram hukumnya merayakan hari maulid Nabi shallallahu `alaihi wasallam.

    Diantara dalilnya:

    1. Allah taala berfirman:

    Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Q.S. Al Maidah: 3 ).

    Ayat di atas menjelaskan bahwa agama islam telah sempurna tidak boleh ditambah dan dikurangi, maka orang yang mengadakan perayaan maulid Nabi yang dibuat setelah rasulullah shallallahu `alaihi wasallam wafat berarti menetang ayat ini dan menganggap agama belum sempurna masih perlu ditambah. Sungguh peringatan maulid bertentangan dengan ayat di atas.

    2. Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam :

    ( إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ) رواه أبو داود والترمذي

    Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid`ah), karena setiap bid`ah menyesatkan”. HR. Abu Daud dan Tarmizi.

    Peringatan maulid Nabi tidak pernah dicontohkan Nabi, berarti itu adalah bi'dah, dan setiap bi'dah adalah sesat, berarti maulid peringatan Nabi adalah perbuatan sesat.

    3. Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam :

    (( مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ )) متفق عليه ، وفي رواية لمسلم (( مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌ ))

    “Siapa yang menghidupkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dalam dien kami, amalannya ditolak.” Muttafaq ’alaih

    Dalam riwayat Muslim: “Siapa yang mengamalkan perbuatan yang tidak ada dasarnya dalam dien kami, amalannya ditolak.”

    Dua hadist di atas menjelaskan bahwa setiap perbuatan yang tidak dicontoh Nabi tidak akan diterima di sisi Allah subhanahu wa ta'ala, dan peringatan maulid Nabi tidak dicontohkan oleh Nabi berarti peringatan maulid Nabi tidak diterima dan ditolak.

    4. Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam:

    (( مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ )) رواه أبو داود

    Barang siapa yang meniru tradisi suatu kaum maka dia adalah bagian dari kaum tersebut. HR. Abu Daud.

    Tradisi peringatan hari lahir Nabi Muhammad meniru tradisi kaum Nasrani merayakan hari kelahiran Al Masih (disebut dengan hari natal) , maka orang yang melakukan peringatan hari kelahiran Nabi bagaikan bagian dari kaum Nasrani -wal 'iyazubillah-.

    BalasHapus
  3. 5. Peringatan maulid Nabi sering kita dengar dari para penganjurnya bahwa itu adalah perwujudan dari rasa cinta kepada Nabi. Saya tidak habis pikir bagaimana orang yang mengungkapkan rasa cintanya kepada Nabi dengan dengan cara melanggar perintahnya, karena Nabi telah melarang umatnya berbuat bidah. Ini laksana ungkapkan oleh seorang penyair:

    لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقاً لَأَطَعْتَـهُ إِنَّ المُحِبَّ لِمَنْ أَحَبَّ مُطِيْـعُ

    Jikalau cintamu kepadanya tulus murni, niscaya engkau akan mentaatinya.

    Karena sesungguhnya orang yang mencintai akan patuh terhadap orang yang dicintainya

    6. Orang yang mengadakan perhelatan maulid Nabi yang tidak pernah diajarkan Nabi sesungguhnya dia telah menuduh Nabi telah berkhianat dan tidak menyampaikan seluruh risalah yang diembannya.

    Imam Malik berkata," orang yang membuat suatu bidah dan dia menganggapnya adalah suatu perbuatan baik, pada hakikatnya dia telah menuduh Nabi berkhianat tidak menyampaikan risalah.

    Setelah membaca artikel ini, berdoalah kepada Allah agar diberi hidayah untuk bisa menerima kebenaran dan diberi kekuatan untuk dapat mengamalkannya dan jangan terpedaya dengan banyaknya orang yang melakukannya seperti firman Allah:

    Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (Q.S. Al An'aam: 116 ).

    Abu Raihanah

    *Dikutip dari: Makalah Sejarah Maulid, hukum dan pendapat ulama terhadapnya karya Nashir Moh. Al Hanin dan sumber lain

    BalasHapus